Laga final Piala AFF 2016 jadi pertemuan 'pertama' Indonesia dan Thailand di laga puncak turnamen paling bergengsi di kawasan ASEAN itu dalam format laga home and away.
Dalam dua pertemuan sebelumnya kedua negara di laga puncak yakni pada penyelenggaraan 2000 dan 2002 dilaksanakan dalam format duel tunggal. Pada 2002 Indonesia kalah 1-4 dari Thailand yang bertindak sebagai tuan rumah di Stadion Rajamangala.
Selang dua tahun kemudian Indonesia lagi-lagi kalah lewat drama adu penalti di depan sekitar 100 ribu penonton yang memadati Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta.
Saat itu Indonesia yang sempat tertinggal 0-2, mampu comeback lewat gol ikon Persib Bandung saat itu Yaris Riyadi dan Gendut Doni. Sayang di babak adu penalti Sugiantoro dan Firmansyah gagal menjalankan tugasya, padahal Indonesia sempat di atas angin ketika penalti Kiatisuk Senamuang melenceng dari sasaran.
Ketika aturan semifinal dan final berubah jadi home and away, Indonesia dua kali menembus final yakni di Piala AFF 2004 (kalah aggregat 2-5 dari Singapura) dan Piala AFF 2010 (kalah aggregat 2-4 dari Malaysia). Dan, 2016 ini jadi final ketiga dengan format kandang-tandang.
Sedangkan Thailand dari empat kali kesempatan final dengan format home and away sebelumnya, meraih satu kali kesuksesan yakni pada final Piala AFF 2014 usai mengandaskan Malaysia dengan aggeragat 4-3. Sedangkan tiga kesempatan lainnya, pasukan Gajah Perang kalah aggegat dari Singapura (2007 dan 2012) serta Vietnam (2008).
Meski Thailand lebih difavoritkan dan punya kualitas permainan di atas rata-rata negara ASEAN lainnya serta ibarat 'raksasa' yang sulit dikalahkan di ajang Piala AFF 2016. Namun Indonesia sepatutnya bersikap seperti pepatah Sunda 'ulah kumeok memeh dipacok' atau jangan kalah sebelum bertempur.
Keberhasilan Singapura yang dua kali menjegal Thailand di 2007 dan 2012 dan Vietnam pada 2008, sepatutnya dijadikan inspirasi bagi skuat Garuda ketika melakoni dua kesempatan menjajal pasukan Gajah Perang di parta puncak AFF 2016.
Setelah memastikan lolos ke final Pelatih Timnas Indonesia, Alfred Riedl pun nampak seolah ingin mengingatkan anak asuhnya untuk tetap bersikap tanpa beban. Indonesia hadir di Piala AFF 2016 bukan sebagai negara favorit, tapi mampu menjawab keraguan dengan status 'kuda hitam' hingga menapak ke laga puncak.
"Semua tahu sebelumnya tidak ada yang memperhitungkan kami (Indonesia) bisa lolos sampai sejauh ini. Kami berjuang untuk keberuntungan dan sejauh ini kami berhasil meraihnya," ungkap Riedl, dilansir Viva.co.id.(*)
Dalam dua pertemuan sebelumnya kedua negara di laga puncak yakni pada penyelenggaraan 2000 dan 2002 dilaksanakan dalam format duel tunggal. Pada 2002 Indonesia kalah 1-4 dari Thailand yang bertindak sebagai tuan rumah di Stadion Rajamangala.
Selang dua tahun kemudian Indonesia lagi-lagi kalah lewat drama adu penalti di depan sekitar 100 ribu penonton yang memadati Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta.
Saat itu Indonesia yang sempat tertinggal 0-2, mampu comeback lewat gol ikon Persib Bandung saat itu Yaris Riyadi dan Gendut Doni. Sayang di babak adu penalti Sugiantoro dan Firmansyah gagal menjalankan tugasya, padahal Indonesia sempat di atas angin ketika penalti Kiatisuk Senamuang melenceng dari sasaran.
Ketika aturan semifinal dan final berubah jadi home and away, Indonesia dua kali menembus final yakni di Piala AFF 2004 (kalah aggregat 2-5 dari Singapura) dan Piala AFF 2010 (kalah aggregat 2-4 dari Malaysia). Dan, 2016 ini jadi final ketiga dengan format kandang-tandang.
Sedangkan Thailand dari empat kali kesempatan final dengan format home and away sebelumnya, meraih satu kali kesuksesan yakni pada final Piala AFF 2014 usai mengandaskan Malaysia dengan aggeragat 4-3. Sedangkan tiga kesempatan lainnya, pasukan Gajah Perang kalah aggegat dari Singapura (2007 dan 2012) serta Vietnam (2008).
Meski Thailand lebih difavoritkan dan punya kualitas permainan di atas rata-rata negara ASEAN lainnya serta ibarat 'raksasa' yang sulit dikalahkan di ajang Piala AFF 2016. Namun Indonesia sepatutnya bersikap seperti pepatah Sunda 'ulah kumeok memeh dipacok' atau jangan kalah sebelum bertempur.
Keberhasilan Singapura yang dua kali menjegal Thailand di 2007 dan 2012 dan Vietnam pada 2008, sepatutnya dijadikan inspirasi bagi skuat Garuda ketika melakoni dua kesempatan menjajal pasukan Gajah Perang di parta puncak AFF 2016.
Setelah memastikan lolos ke final Pelatih Timnas Indonesia, Alfred Riedl pun nampak seolah ingin mengingatkan anak asuhnya untuk tetap bersikap tanpa beban. Indonesia hadir di Piala AFF 2016 bukan sebagai negara favorit, tapi mampu menjawab keraguan dengan status 'kuda hitam' hingga menapak ke laga puncak.
"Semua tahu sebelumnya tidak ada yang memperhitungkan kami (Indonesia) bisa lolos sampai sejauh ini. Kami berjuang untuk keberuntungan dan sejauh ini kami berhasil meraihnya," ungkap Riedl, dilansir Viva.co.id.(*)